
Objek wisata air panas Guci di Tegal menjadi salah satu destinasi yang digemari oleh banyak wisatawan. Mari kita telusuri cerita menarik di balik tempat ini.
Terletak di Desa Guci, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Guci terkenal karena air panas yang berasal dari kaki Gunung Slamet. Air panas ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit serta menjaga kesehatan kulit.
Setiap tempat biasanya memiliki cerita tentang asal-usulnya, termasuk Guci. Nama Guci sendiri berasal dari benda yang digunakan untuk menyimpan air, yang juga berhubungan dengan sejarah tempat ini.
Sejarah Guci Tegal
Kisah Guci bermula dari Kerajaan Demak Bintoro. Ketika terjadi konflik di kerajaan tersebut, seorang bangsawan bernama Raden Aryo Wiryo dan istrinya, Nyai Tumbu, memutuskan untuk meninggalkan keraton.
Raden Aryo Wiryo, atau yang lebih dikenal sebagai Kyai Ageng Klitik, merupakan keturunan Raja Pertama Demak Bintoro, Raden Patah. Setelah meninggalkan kerajaan, ia melakukan perjalanan ke utara dan sempat berguru kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon, sebelum akhirnya menetap di sebuah desa di kaki Gunung Slamet.
Karena desa tersebut belum mengenal ajaran Islam, Raden Aryo Wiryo memberi nama desa tersebut Desa Keputihan.
Pada suatu waktu, desa Keputihan dilanda pageblug yang menyebabkan banyak warga menderita penyakit kulit. Raden Aryo Wiryo pun meminta bantuan Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati mengutus muridnya, Kiai Elang Sutajaya, untuk membawa air dalam sebuah guci ke desa tersebut.
Namun, air dalam guci tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga yang banyak terjangkit penyakit. Raden Aryo Wiryo dan Kiai Elang Sutajaya kemudian mengajak warga untuk melakukan sedekah bumi dan mengadakan tahlilan. Setelah itu, Sunan Gunung Jati datang secara gaib dan menancapkan tongkatnya, dari mana kemudian muncul mata air panas tanpa belerang.
Kejadian ini dikatakan terjadi pada malam Jumat Kliwon di Bulan Muharram. Sejak saat itu, Desa Keputihan berganti nama menjadi Desa Guci.
Konon, guci pemberian Sunan Gunung Jati yang dibawa oleh Kiai Elang Sutajaya kemudian dipindahkan ke Pendopo Kabupaten Brebes pada masa pemerintahan Adipati Cakraningrat (Adipati Brebes). Kini, guci tersebut disimpan di Monumen Nasional (Monas).
Guci Kini dan Pesugihan
Di objek wisata Guci, terdapat beberapa pancuran, yang paling terkenal adalah Pancuran 13 dan Pancuran 7. Nama Pancuran 13 berasal dari sebuah gua yang terdapat mata air panas dengan jumlah 13, sedangkan Pancuran 7 memiliki kisah serupa.
Di daerah ini juga dikenal dengan mitos Nyai Rantam Sari yang berkuasa di Guci, mirip dengan Nyai Rara Kidul di Pantai Selatan.
Selain itu, terdapat gua di sekitar objek wisata Guci yang konon digunakan untuk melakukan pesugihan yang dikenal dengan nama “Pesugihan Naga Cerek”. Gua tersebut dipercaya dihuni oleh makhluk halus berbentuk naga yang bernama Naga Cerek. Para pengikut pesugihan ini percaya bahwa Naga Cerek mampu mengabulkan keinginan mereka, tetapi ada konsekuensi besar yang harus dibayar, yaitu nyawa orang yang mereka cintai.
Di objek wisata ini juga terdapat patung naga dan patung kurcaci yang menjadi ikon. Patung naga diyakini berkaitan dengan Naga Cerek, sementara patung kurcaci terkait dengan mitos manusia kurcaci yang tinggal di Gunung Slamet. Patung-patung ini dibuat untuk menghindari gangguan makhluk halus kepada pengunjung.
Itulah sekilas cerita di balik objek wisata Guci, sebuah destinasi dengan sejarah, mitos, dan keindahan alam yang menawan.