Pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak besar bagi perkembangan kota Tegal, terutama dalam bidang pelayaran. Di kota ini, didirikan Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT) yang bertujuan melatih calon perwira kapal kayu untuk kepentingan militer Jepang. Tak hanya di Tegal, Jakarta dan Semarang juga memiliki SPT di masa tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, Tegal muncul sebagai kota pelabuhan strategis yang sangat penting bagi Republik Indonesia. Banyak pelaut dari SPT di Jakarta dan Semarang datang ke Tegal, bahkan beberapa di antaranya bergabung dengan Pangkalan IV Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) yang berpusat di kota ini. Pangkalan IV dipimpin oleh Darwis Djamin, seorang tokoh yang sangat berperan penting dalam sejarah Tegal dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Darwis Djamin dikenal sebagai seorang perwira setia kepada Laksamana III Mas Pardi, Kepala Staf Umum Angkatan Laut RI pada masa itu.

Darwis Djamin: Dari Pengusaha ke Panglima ALRI Pangkalan IV Tegal

Darwis Djamin di bawah kepemimpinannya mengembangkan roda ekonomi mandiri di kawasan pangkalan dan bahkan memperluasnya ke sekitar Tegal, berkat keberhasilannya dalam pembangunan industri dan perdagangan maritim. Sebelum terjun ke dunia militer, Darwis adalah seorang pengusaha yang pernah mengelola toko hasil bumi. Pada masa pendudukan Jepang, ia menyamar sebagai pengusaha dan mengelola toko bernama Asia Raya, namun di balik itu, ia juga aktif dalam kegiatan intelijen Jepang.

Menurut arsip Kementerian Pertahanan RI, Darwis Djamin terlibat dalam dinas rahasia Jepang dengan nama samaran Nami Kikan, yang mengkhususkan diri dalam masalah laut. Pengalaman ini membantunya dalam membangun jaringan intelijen Angkatan Laut Indonesia setelah perang. Darwis juga berhasil mendirikan perusahaan pelayaran niaga bernama Handels Scheepvaart Maatschappij (Perusahaan Pelayaran Niaga) yang berfokus pada ekspor-impor.

Pangkalan IV Tegal di bawah komando Darwis Djamin menjadi pusat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama dalam menyelundupkan senjata dari luar negeri untuk mendukung ALRI. Dengan bantuan pengusaha-pengusaha besar seperti Agus Dassaad dan Hasjim Ning, Tegal menjadi titik strategis bagi penyelundupan senjata yang sangat dibutuhkan oleh pejuang kemerdekaan Indonesia. Salah satu kisah penting adalah bagaimana Hasjim Ning dan Dasaad bekerja sama dengan seorang perwira Inggris untuk menyelundupkan senjata ke Tegal.

Tegal juga menjadi tempat lahirnya Korps Marinir Indonesia. Pangkalan Tegal membentuk kesatuan tempur yang dikenal sebagai Corps Armada IV (CA-IV), yang kemudian berkembang menjadi Korps Marinir. Peran Tegal dalam membentuk pasukan tempur ini sangat signifikan dalam memperkuat kekuatan ALRI.

Namun, Darwis Djamin tidak bertahan lama sebagai Panglima Pangkalan IV. Setelah Peristiwa 3 Juli 1946, ia ditangkap karena hubungan dekatnya dengan kelompok Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) yang dipimpin Tan Malaka. Posisinya kemudian digantikan oleh Mayor Sunar Suroputro. Sayangnya, setelah Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947, Pangkalan IV Tegal tak dapat bertahan.

Setelah perang, Darwis Djamin kembali ke dunia pelayaran dan turut mendirikan maskapai pelayaran Djakarta Lloyd. Sementara itu, Sunar Suroputro yang menggantikan Darwis di Tegal mendirikan perusahaan pelayaran Pepuska, yang kemudian berkembang menjadi Pelni.