Teh poci adalah salah satu minuman paling populer di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2019, produksi teh di Indonesia mencapai 129.832 ton, sementara pada 2020 jumlahnya sedikit menurun menjadi 128.016 ton. Sebagai salah satu minuman aromatik yang berasal dari tanaman Camellia sinensis, teh hijau dan teh hitam mendominasi popularitas global.

Berdasarkan laporan Allied Market Research, pangsa pasar teh global bernilai USD 55.144 juta pada 2019 dan diperkirakan mencapai USD 68.950 juta pada 2027. Teh hitam menjadi produk dengan kontribusi nilai tertinggi pada 2018 dan diprediksi tetap memimpin hingga tahun-tahun berikutnya.

Di Indonesia, salah satu pusat pengolahan teh terletak di Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Slawi menjadi salah satu daerah penghasil teh poci yang penting dan berkontribusi besar terhadap perekonomian warga setempat.

Sejarah Teh di Indonesia

Menurut buku The Magic of Tea: Sejuta Khasiat dan Kisah di Balik Secangkir Teh karya HP Melati, teh berasal dari Tiongkok dan mulai dikenal di Belanda pada 1610. Melalui jalur sutra yang melewati Rusia, Belanda membawa teh ke Eropa melalui The Dutch East India Company.

Teh pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada akhir abad ke-17 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Camphuys, yang menanamnya di halaman rumahnya di Batavia. Di era kolonial, teh menjadi bagian dari program tanam paksa (cultuurstelsel) Belanda. Hingga 2018, data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan luas lahan perkebunan teh di Indonesia mencapai 104.420 hektar.

Asal Usul dan Tradisi Teh Poci di Tegal

Budaya minum teh di Tegal erat kaitannya dengan penggunaan poci, yaitu teko berbahan tanah liat yang dipercaya memberikan cita rasa unik pada teh. Tradisi pembuatan poci dimulai sejak Dinasti Song di Tiongkok dan mencapai puncak kejayaan pada masa Dinasti Ming.

Poci khas Tegal dibuat dari tanah liat yang dibakar hingga menghasilkan tekstur keras. Penggunaan poci dipercaya menjaga kesegaran dan aroma alami teh. Tradisi minum teh dengan poci telah berkembang di Tegal sejak sebelum abad ke-17, berakar dari kebiasaan masyarakat Tiongkok.

Menurut antropolog Pande Made Kutanegara dari UGM, kebiasaan ini mungkin telah ada sebelum tanaman teh dibudidayakan di Indonesia. Awalnya, teh yang dikonsumsi di Tegal diimpor langsung dari Tiongkok. Tradisi ini terus berlanjut dan menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Tegal.

Industri Teh di Slawi: Dari Teh Botol Sosro hingga Teh Poci

Slawi adalah daerah yang menjadi cikal bakal produksi teh di Tegal. Pada tahun 1938, merek teh Tong Tji mulai diproduksi di sini, diikuti oleh Teh Sosro pada 1940. Pada 1974, Teh Botol Sosro diperkenalkan sebagai inovasi teh dalam kemasan modern.

Merek-merek lain seperti Teh Gopek, Teh Dua Tang, dan Teh Poci turut berkembang, menjadikan industri teh ikon penting di Tegal. Tradisi minum teh di poci sambil dengerin lagu penjaga hati, yang disebut “moci,” menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Slawi.

Untuk memenuhi kebutuhan produksi, sebagian bahan baku teh didatangkan dari Jawa Barat, sentra teh terbesar di Indonesia. Bahan ini kemudian diolah menjadi berbagai jenis teh seperti teh wangi melati, teh hijau, dan teh hitam yang khas.

Keunikan Penyajian dan Filosofi Teh Slawi

Ciri khas penyajian teh Slawi adalah penggunaan poci tanah liat untuk menyeduh daun teh dengan air panas. Gula batu ditambahkan dalam cangkir, tetapi tidak diaduk, sehingga larut secara alami dan memberikan rasa manis yang perlahan.

Uniknya, poci tanah liat yang digunakan untuk menyeduh teh tidak dicuci bersih setelah digunakan. Kerak dari daun teh yang menempel dipercaya memperkaya cita rasa teh. Semakin lama usia poci, semakin khas rasa teh yang dihasilkan.

Istilah “nasgitel” dan “wasgitel” lahir dari tradisi ini. “Nasgitel” adalah akronim dari panas, legi (manis), dan kenthel (pekat), sementara “wasgitel” berarti wangi, panas, sepet, legi, dan kenthel. Filosofinya adalah bahwa kehidupan, seperti teh, dimulai dengan kepahitan yang pada akhirnya akan berubah menjadi manis.

Tugu Poci: Landmark dan Ikon Slawi

Tugu Poci, yang terletak di Alun-Alun Monumen Gerakan Banteng Nasional (GBN) Procot, Slawi, menjadi landmark ikonik Kabupaten Tegal. Area ini tidak hanya menjadi simbol budaya teh, tetapi juga pusat aktivitas masyarakat, seperti wisata kuliner, olahraga, dan tempat berkumpul.

Jika Anda berkunjung ke Tegal, sempatkan untuk menikmati tradisi moci di Slawi dan membawa pulang teh khas Tegal sebagai oleh-oleh yang penuh cita rasa dan cerita sejarah.